Jumat, 02 Maret 2012

27 Feb 2012

27 Februari 2012 yang lalu, saya dan pacar saya pergi untuk menonton film di bioskop. “THE GREY”, itu judul filmnya. Satu-satunya alasan saya ingin menonton film ini adalah: Liam Neeson, sang aktor utama. Saya suka suaranya. Really. Dalam, intimidating, dan cocok jika mengisi suara dewa/tuhan. Selain itu, walaupun termasuk “telat merekah”, Liam Neeson jarang bermain dalam film jelek, menurut saya. Oleh karena itu, saya pikir, tak masalah jika saat ini saya pilih film ini sebagai tontonan (pacar saya, dia saya larang untuk protes...).

Oke, kami tonton, tonton dan tonton. Adegan awalnya bagus; mencoba untuk puitis dan sedikit romantis. Yang pualing saya suka adalah Adegan Kecelakaan Pesawat. Sangat bagus kalau menurut saya. Adegan yang tidak lama ini terasa rill, berbeda, punya gaya oke, SALUT. Terus cerita bergulir, bergulir dan bergulir, lalu “kenapa dialognya terasa aneh?” pikir saya. Nah, menurut saya dialog di “The Grey” (secara keseluruhan) masih terasa klise, bisa dikatakan cenderung membosankan. Gambarnya atau scene-scenenya sendiri bisa dikatakan bagus karena menangkap gambar yang memang “grey”;dari salju, hutan, serigala, bahkan kita mendapat kesan bahwa kematian itu sendiri adalah berwarna grey atau abu-abu. Yang paling merusak suasana adalah munculnya gambar mantan kekasih si tokoh utama yang selalu berbisik “don’t be afraid…” BERKALI-KALI. Entah apa maksudnya...

Well, ternyata, di kredit akhir saya jadi tahu bahwa sutradara film ini adalah JOE CARNAHAN, yang setahu saya adalah spesialis action kasar; dan lagi, Liam Neeson dan Joe Carnahan pernah berkolaborasi secara baik di “A-Team (2010)” kemarin. Maka sebagai film uji coba, “The Grey” saya rasa termasuk bagus walaupun dialognya masih perlu dibenahi.

Hmm…jadi apakah dialog merupakan pemegang peran terpenting dalam sebuah film?? Tanyakan itu pada film “The Artist”. “The Artist” menang banyak di Academy Award dan Golden Globe. Salut, karena berdekade-dekade ke belakang, baru film ini lah yang berani merayakan awal mula kemunculan dan kesuksesan sinema awal (yang adalah bisu dan hitam-putih).

Masih di bioskop yang kami kunjungi, saya melihat poster “The Artist” dipajang di situ, lengkap dengan tulisan “academy award winner” dan “golden globe winner” di bagian atasnya. Di bagian bawahnya ada lagi tulisan, seperti ini: FILM INI HITAM PUTIH DAN TAK BERDIALOG. Tulisan ini menjadi warning bagi para calon penonton yang belum tahu tentang “The Artist” agar tak menyesal nanti ketika menonton. Kalau menurut saya, tulisan peringatan seperti ini tidak perlu dipajang; biarlah ini menjadi resiko bagi yang membeli tiket. Lagipula gambar poster “The Artist” sudah cukup hitam-putih dan membosankan sehingga para penonton “NENEK GOMBEL GOYANG KARAWANG” pun tak akan rela menonton jenis film seperti ini.

Saran saya sih, taruh saja tulisan begini: FILM INI TERLALU MEMBOSANKAN BAGI ANDA YANG DODOL. Pasti para pengikut ‘nenek gombel’ akan penasaran lalu membeli tiketnya. Setelah menontonnya, mereka lalu mual, pusing, muntah-muntah, dan berkata, “MENDING NENEK GOMBEL JUGA DAAHHH…”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar